Monday, October 25, 2010

Mengapa Perlu Pedoman Social Media?


 

Kehadiran media sosial seperti Facebook, Twitter, MySpace, Linkedln, Blog, Youtube, dan lain-lain telah mengubah cara pandang kita dalam berinteraksi dengan publik. Melalui teknologi Web 2.0, setiap individu berinteraksi satu sama lain secara langsung, bebas, sederajat, tanpa ada batas dan hambatan, kapan saja dan dimana saja. Inilah yang disebut ‘demokratisasi media’.

Dalam perspektif perusahaan, publik dibagi menjadi dua: publik ekternal dan publik internal. Publik ekternal atau yang biasa disebut ‘stakeholder’ meliputi pelanggan, klien, potensial pelanggan/klien, investor, government, media, dll. Sedangkan publik internal adalah karyawan. 

Layaknya diharapkan oleh perusahaan-perusahaan pada umumnya, keberadaan media sosial dapat menjadi sarana yang positif dan sangat penting untuk berkomunikasi dengan para pelanggan, klien, potensial pelanggan/klien maupun orang-orang lain secara langsung. Tentu saja, dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan baik berupa peningkatan penjualan, kredibilitas/citra dan segala hal yang menyangkut perusahaan secara keseluruhan.

Di sisi lain, penggunaan media sosial di kalangan internal atau karyawan juga tak dapat dihindarkan. Para karyawan bebas memposting status, komentar atau dokumen-dokumen penting lain. Dalam postingan-postingan tersebut mungkin saja kontroversial, tidak pantas/tidak sopan atau mencemarkan nama baik dan merugikan perusahaan. 

Membuat peraturan dengan mem-blok media sosial di kantor bukanlah tindakan bijak. Para karyawan masih bisa melakukan aktivitasnya melalui handphone, Blackberry, i-Phone atau laptop pribadi. Lebih dari itu, kalau kita memandang media sosial secara positif, keberadaan karyawan justru sebagai ujung tombak untuk berhubungan dengan publik luar. Tak ada lagi alasan untuk mem-blok media sosial.  

Jalan yang terbaik yaitu membuat sebuah pedoman media sosial atau social media policy di perusahaan. Hal ini untuk mencegah isu-isu kontroversial atau tidak pantas oleh para karyawan di situs jejaring sosial. Dan sekaligus memanfaatkan media sosial untuk tujuan positif perusahaan.

Eric B. Meyer, seorang kolega di perusahaan Dilworth Paxson LLP menyatakan tergantung pada tujuan perusahaan masing-masing, kebijakan tersebut berisi aturan-aturan atau pedoman (atau keduanya), yang mengatur penggunaan media sosial. “Pendekatan apapun yang diambil oleh pihak perusahaan untuk melindungi bisnis, kebijakan tersebut harus mengedukasi karyawan tentang jejaring sosial dan sekaligus berisi peringatan bahwa perusahaan berhak untuk memonitor penggunaan media sosial oleh karyawan, baik yang dilakukan di kantor maupun selama di luar jam kerja,”katanya.

Dengan adanya pedoman dan harapan-harapan yang ingin dicapai, menurut Presiden Unbridled Talent LLC Jennifer McClure, para karyawan lebih cenderung menjadi antusias menggunakan media sosial dalam cara yang positif, dibandingkan bila hanya berupa peringatan tentang apa yang tidak boleh dilakukan, yang bertujuan untuk mengancam penggunaannya. 

Beberapa perusahaan besar yang telah memberlakukan kebijakan media sosial untuk karyawannya adalah IBM dan Intel (Lihat Tabel). Mereka memperlakukan setiap karyawan sebagai ‘individual brand manager’ di Web. Mereka mengutus para karyawan dengan cara memberikan pedoman, membuat harapan-harapan yang ingin dicapai, dan membiarkan para karyawan bertindak sesuai dengan cara mereka sendiri. Ini merupakan cara yang hebat untuk membiarkan para karyawan melakukan dua hal berikut ini: (1) melibatkan pasar menyangkut perusahaan dan pekerjaan mereka, dan (2) belajar dari orang-orang lain.

 

Di Indonesia sendiri, pedoman penggunaan media sosial belum lah populer. Sebagian kecil perusahaan atau instansi memilih menerapkan aturan dengan ‘hanya’ membatasi penggunaannya pada jam-jam tertentu. Sedangkan sebagian besar perusahaan/instansi lainnya memilih membiarkan penggunaan media sosial begitu saja.

Cepat atau lambat, penerapan pedoman media sosial di perusahaan sangat lah perlu. Hal ini mengingat pertumbuhan penggunaan situs jejaring sosial berlangsung cepat, baik dalam skala global maupun lokal. Saat ini saja, Indonesia menduduki urutan ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Inggris dalam hal jumlah pengguna akun Facebook. Sampai Juni 2010, jumlah pengguna Facebook di Indonesia mencapai 25.912.960 orang. Sedangkan di Amerika Serikat terdapat 125.881.220 pengguna, dan Inggris sebanyak 26.543.600 pengguna.

Jadi, apa keputusan Anda?

No comments :

Post a Comment