Sunday, April 14, 2013

Social Media Dalam Strategi Kampanye Politik



Meski Pemilu Legislatif 2014 baru akan terselenggara satu tahun ke depan, hiruk pikuk jelang hajatan politik akbar ini sudah mulai terasa. Saat ini para calon anggota legislatif untuk DPR-RI, DPD-RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota tengah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum. Dan tentu masih ada beberapa tahapan lain yang perlu mereka persiapkan, termasuk perencanaan kampanye.

Perencanaan kampanye menjadi topik menarik untuk dibahas mengingat fenomena penggunaan Internet dan social media semakin meluas di kalangan masyarakat beberapa tahun belakangan ini. Menurut Internet World Stats, jumlah pengguna Internet di Indonesia sampai Juni 2012 mencapai 55.000.000 pengguna. Dan mayoritas pengguna Internet ini aktif menggunakan social media. Situs Socialbakers melaporkan, sampai Maret 2013, jumlah pengguna Facebook di Indonesia mencapai 47.165.080 pengguna atau terbesar keempat di seluruh dunia setelah Amerika Serikat (AS), Brazil, dan India. Sedangkan Semiocast menyebutkan, penggunaan Twitter di Indonesia sampai Juni 2012 mencapai 29,4 juta pengguna atau terbesar kelima di dunia setelah AS, Brazil, Jepang, dan Inggris. 

Mengacu data-data di atas, timbul pertanyaan: Bagaimana para kandidat akan memanfaatkankan social media sebagai alat kampanye mereka? Dan mampukah social media mengubah wajah kampanye Pemilu 2014? 

Belajar dari Pemilu AS


Penggunaan Internet dan social media sebagai alat kampanye politik telah lama dilakukan dalam  pemilu Presiden Amerika Serikat. Pada tahun 2000, John Mc Cain melalui kampanyenya mempelopori penggunaan email sebagai alat penggalangan dana. Mc Cain memahami bahwa teknologi web dapat difungsikan sebagai alat kampanye, dan bukan sebagai alat pemasaran semata. Ia menggunakan email personalisasi untuk membangun hubungan dengan para pemilih.

Pada awal 2002 sampai 2004, Karl Rove dan Republican National Committee mempelopori penggunaan microtargeting dengan menggunakan database Voter Vault mereka. Database ini mengukur segala hal tentang pemilih, pesan-pesan yang ditargetkan untuk mereka, dan membantu anggota-anggota Konggres dan parlemen negara bagian memperoleh kursi dalam pemilu paruh waktu. Sedangkan kampanye Howard Dean menjangkau ke kalangan “netroots”, melakukan chat secara live dengan pendukungnya, menulis postingan blognya sendiri. Melalui Internet, Dean mencoba membangun hubungan yang nyata dengan para pemilih. 

Presiden Barack Obama dikenal sebagai pengguna social media paling sukses dalam kampanye politik, khususnya pada pemilu presiden tahun 2008. Kecerdasan Obama menggunakan setiap peluang yang disediakan social media seperti Facebook, Twitter, YouTube, Blog, Flickr, MySpace dan platform lainnya serta penggunaan data sosial untuk memberdayakan para pemilih secara online dan offline menjadi kunci kemenangannya. 

Pergeseran Teknologi dan Perubahan Cara Pikir

Fakta bahwa Internet dan social media telah mengubah lanskap politik dan cara berkampanye para kandidat di AS dapat dijadikan contoh bagi para kandidat yang akan maju dalam Pemilu 2014 nanti. Dan bagaimana peluang social media untuk menggantikan alat-alat kampanye tradisional - walau tidak 100 persen - pada Pemilu 2014, patut menjadi bahan renungan dari sekarang.

Sebuah studi yang dilakukan Matthew James Kushin dan Masahiro Yamamoto berjudul “Did Social Media Really Matter? College Students’Use of Online Media and Political Decision Making in the 2008 Election” yang diterbitkan dalam Communication and Society menunjukkan, kemampuan untuk mengekspresikan pandangan-pandangan dan opini politik secara online memainkan peran penting bagi social media dalam kampanye. Social media memungkinkan pengguna untuk tidak sekedar mencari informasi tetapi juga berinteraksi dengan orang lain melalui aktivitas online seperti memposting pandangan-pandangan politik di blog dan jaringan sosial serta berbagi komentar secara multimedia.

Pengguna Facebook mengekspresikan diri mereka secara politik melalui berbagai cara seperti penggalangan dana secara online, mendorong teman-teman untuk memilih, atau memposting foto/gambar dan meng-update status yang mengekspresikan sikap dan opini politik mereka. Twitter dan blog digunakan oleh para kandidat dan pemilih untuk mengomentari isu-isu sosial dan politik, berbagi informasi dan mendorong partisipasi. Selain itu, YouTube dan CNN bermitra untuk mensponsori acara debat dimana para kandidat diberi pertanyaan dari video-video yang dibuat oleh pengguna yang mendukung pihak lawan.

Di Indonesia, penggunaan social media sebagai alat kampanye politik tergolong masih baru. Meskipun beberapa politisi telah membuat akun social media untuk berkampanye pada Pemilu 2009 lalu, namun penggunaannya tidak disertai pemahaman yang baik tentang platform. Mereka menggunakan social media masih dengan cara-cara lama, dengan membanjiri pesan-pesan untuk para pengikutnya baik di Facebook dan Twitter. Komunikasi yang digunakan cenderung top-down dan satu arah sehingga tidak terjalin keterlibatan antara kandidat dan pendukungnya. Minimnya penggunaan blog oleh para kandidat sebagai sarana komunikasi dan berbagi ide-ide, tujuan, prestasi dan harapan-harapan yang diinginkan bersama juga menjadi indikasi kekurangpahaman pemanfaatan social media secara baik.

Setiap adopsi teknologi baru dan metode komunikasi memiliki aturan-aturan dan norma-norma tersendiri. Di sini, pemahaman tentang cara penggunaan dan pemanfaatan setiap platform diperlukan dalam mengintegrasikan social media ke dalam strategi kampanye secara menyeluruh. 

Mengintegrasikan Social Media 

Kampanye dikatakan berhasil dengan baik apabila memadukan cara-cara online dan offline. Social media dalam hal ini dapat dintergrasikan kedalam strategi perencanaan kampanye secara keseluruhan. Kampanye yang hanya fokus pada social media dan Internet kemungkinan tidak efektif. Demikian halnya, kampanye yang mengabaikan social media dan enggan untuk membangun kehadiran social media juga akan terseok.

Untuk mengintegrasikan social media ke dalam strategi kampanye politik, Anda dapat mengadopsi metode POST (People, Objectives, Strategy, Technology) dari Forrester berikut ini:
  • People
Kenali terlebih dulu siapa Anda dan siapa konstituen/pendukung Anda. Identifikasi juga stakeholder dan influencer Anda. Apa yang akan Anda tawarkan untuk mereka? Pesan apa yang ingin Anda bangun dan sampaikan? Siapa kompetitor Anda dan apa saja yang telah mereka lakukan di social media? Survei dan penggunaan data dalam hal ini sangat penting, khususnya di wilayah pemilihan masing-masing.
  • Objectives
Tetapkan tujuan-tujuan dan target yang ingin Anda capai melalui social media. Misalnya untuk penggalangan dana, mencari relawan dan kontributor, mendorong pemilih, dan sebagainya. Namun, perlu diingat bahwa tujuan utama membangun kehadiran social media adalah untuk menjangkau dan membangun hubungan lebih baik dengan para konstituen dan pendukung. Dan hubungan yang baik tidak bisa diraih dalam sekejap, tapi membutuhkan proses. 
  • Strategy
Strategi di sini berfungsi untuk menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan selama kampanye. Bagaimana cara terlibat dengan konstituen dan pendukung Anda? Bagaimana strategi kontennya? Seberapa sering konten akan di-update dan siapa yang akan bertanggung jawab membuat konten, membagi dan merespon?

Banyaknya fan di Facebook, follower di Twitter atau visitor di website/blog bukan parameter keberhasilan kampanye Anda. Hal terpenting dalam strategi adalah bagaimana memberdayakan para pendukung online menjadi relawan-relawan nyata dan melakukan tindakan-tindakan nyata yang mendukung suksesnya kampanye.
  • Technology
Langkah terakhir yang perlu dipersiapkan yaitu memilih saluran atau platform apa saja yang akan digunakan serta peralatan untuk memonitor dan mengukurnya. Misalnya Facebook, Twitter, YouTube, Blog, dan sebagainya. Ingat, tidak semua platform social media sesuai untuk kampanye Anda. Pilih platform dimana konstituen dan pendukung Anda paling banyak menggunakan dan secara aktif berpartisipasi. 

Menggunakan social media sebagai alat kampanye politik relatif lebih murah dibanding kampanye tradisional lainnya seperti iklan di media massa (televisi, radio, surat kabar/majalah), pengumpulan massa, spanduk, poster dan brosur. Kuncinya terletak pada keterlibatan Anda dengan konstituen dan pendukung Anda serta komitmen untuk meluangkan waktu secara online.

7 comments :

  1. terima kasih, artikelnya menarik.

    Saya setuju dengan pernyataan tidak semua platform berbagi konten sesuai untuk kampanye. Hadir di semua paltform tidak serta merta menjamin efektifitas kampanye.

    Yang terbaik adalah mengukur statistik konversi visitor menjadi simpatisan/donatur/relawan yang dihasilkan oleh semua platform tersebut. Fokus pada 1-2 platform yang terbukti efektif jauh lebih bagus ketimbang membagi sumber daya di banyak platform.

    Saya tunggu artikel-artikel berikutnya dari mbak Rini.

    terima kasih dan salam kenal.

    ReplyDelete
  2. Betul Mas Rusdianto. Pemilihan platform bisa dilakukan melalui langkah yang disebut listening atau monitoring menggunakan peralatan yang tersedia di Internet. Ini semacam survei kecil-kecilan.

    Pengukuran statistik baik kuantitatif & kualitatif juga bisa dilakukan melalui berbagai alat pengukuran social media yang tersedia di Internet.

    Terima kasih sudah mampir di blog saya. Artikel lain dalam proses. Salam!

    ReplyDelete
  3. Menarik banget mbak article nya ...,thanks bgt ...

    ReplyDelete
  4. Sama-sama Mas Murti, thanks juga ya udah mampir.

    ReplyDelete
  5. mbak..., boleh japri ng ? ..., mau tanya2 perihal sosmed... murtitangkas@gmail.com .., thanks bgt

    ReplyDelete