Meski Pemilu Legislatif 2014 baru akan terselenggara satu tahun ke depan, hiruk pikuk jelang hajatan politik akbar ini sudah mulai terasa. Saat ini
para calon anggota legislatif untuk DPR-RI, DPD-RI, DPRD Provinsi dan
Kabupaten/Kota tengah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum. Dan tentu
masih ada beberapa tahapan lain yang perlu mereka persiapkan, termasuk
perencanaan kampanye.
Perencanaan kampanye menjadi topik menarik untuk dibahas mengingat
fenomena penggunaan Internet dan social media semakin meluas di kalangan masyarakat
beberapa tahun belakangan ini. Menurut Internet World Stats, jumlah pengguna
Internet di Indonesia sampai Juni 2012 mencapai 55.000.000 pengguna. Dan mayoritas
pengguna Internet ini aktif menggunakan social media. Situs Socialbakers
melaporkan, sampai Maret 2013, jumlah pengguna Facebook di Indonesia mencapai
47.165.080 pengguna atau terbesar keempat di seluruh dunia setelah Amerika
Serikat (AS), Brazil, dan India. Sedangkan Semiocast menyebutkan, penggunaan
Twitter di Indonesia sampai Juni 2012 mencapai 29,4 juta pengguna atau terbesar
kelima di dunia setelah AS, Brazil, Jepang, dan Inggris.
Mengacu data-data di atas, timbul pertanyaan: Bagaimana para
kandidat akan memanfaatkankan social media sebagai alat kampanye mereka? Dan
mampukah social media mengubah wajah kampanye Pemilu 2014?
Belajar dari Pemilu AS
Penggunaan Internet dan social media sebagai alat kampanye politik
telah lama dilakukan dalam pemilu Presiden
Amerika Serikat. Pada tahun 2000, John Mc Cain melalui kampanyenya mempelopori
penggunaan email sebagai alat penggalangan dana. Mc Cain memahami bahwa
teknologi web dapat difungsikan sebagai alat kampanye, dan bukan sebagai alat
pemasaran semata. Ia menggunakan email personalisasi untuk membangun hubungan
dengan para pemilih.
Pada awal 2002 sampai 2004, Karl Rove dan Republican
National Committee mempelopori penggunaan microtargeting dengan menggunakan
database Voter Vault mereka. Database ini mengukur segala hal tentang pemilih,
pesan-pesan yang ditargetkan untuk mereka, dan membantu anggota-anggota
Konggres dan parlemen negara bagian memperoleh kursi dalam pemilu paruh waktu.
Sedangkan kampanye Howard Dean menjangkau ke kalangan “netroots”, melakukan
chat secara live dengan pendukungnya, menulis postingan blognya sendiri.
Melalui Internet, Dean mencoba membangun hubungan yang nyata dengan para
pemilih.
Presiden Barack Obama dikenal sebagai pengguna social media
paling sukses dalam kampanye politik, khususnya pada pemilu presiden tahun
2008. Kecerdasan Obama menggunakan setiap peluang yang disediakan social media
seperti Facebook, Twitter, YouTube, Blog, Flickr, MySpace dan platform lainnya serta
penggunaan data sosial untuk memberdayakan para pemilih secara online dan
offline menjadi kunci kemenangannya.
Pergeseran Teknologi dan Perubahan Cara Pikir
Fakta bahwa Internet dan social media telah mengubah lanskap
politik dan cara berkampanye para kandidat di AS dapat dijadikan contoh bagi para
kandidat yang akan maju dalam Pemilu 2014 nanti. Dan bagaimana peluang social
media untuk menggantikan alat-alat kampanye tradisional - walau tidak 100
persen - pada Pemilu 2014, patut menjadi bahan renungan dari sekarang.
Sebuah studi yang dilakukan Matthew James Kushin dan
Masahiro Yamamoto berjudul “Did Social Media Really Matter? College Students’Use of Online Media and Political Decision Making in the 2008 Election” yang diterbitkan dalam Communication and Society menunjukkan,
kemampuan untuk mengekspresikan pandangan-pandangan dan opini politik secara
online memainkan peran penting bagi social media dalam kampanye. Social media
memungkinkan pengguna untuk tidak sekedar mencari informasi tetapi juga
berinteraksi dengan orang lain melalui aktivitas online seperti memposting pandangan-pandangan
politik di blog dan jaringan sosial serta berbagi komentar secara multimedia.
Pengguna Facebook mengekspresikan
diri mereka secara politik melalui berbagai cara seperti penggalangan dana
secara online, mendorong teman-teman untuk memilih, atau memposting foto/gambar
dan meng-update status yang mengekspresikan sikap dan opini politik mereka.
Twitter dan blog digunakan oleh para kandidat dan pemilih untuk mengomentari
isu-isu sosial dan politik, berbagi informasi dan mendorong partisipasi. Selain
itu, YouTube dan CNN bermitra untuk mensponsori acara debat dimana para kandidat
diberi pertanyaan dari video-video yang dibuat oleh pengguna yang mendukung
pihak lawan.
Di Indonesia, penggunaan social media sebagai alat kampanye
politik tergolong masih baru. Meskipun beberapa politisi telah membuat akun
social media untuk berkampanye pada Pemilu 2009 lalu, namun penggunaannya tidak
disertai pemahaman yang baik tentang platform. Mereka menggunakan social media
masih dengan cara-cara lama, dengan membanjiri pesan-pesan untuk para
pengikutnya baik di Facebook dan Twitter. Komunikasi yang digunakan cenderung
top-down dan satu arah sehingga tidak terjalin keterlibatan antara kandidat dan
pendukungnya. Minimnya penggunaan blog oleh para kandidat sebagai sarana
komunikasi dan berbagi ide-ide, tujuan, prestasi dan harapan-harapan yang diinginkan
bersama juga menjadi indikasi kekurangpahaman pemanfaatan social media secara
baik.
Setiap adopsi teknologi baru dan metode komunikasi memiliki
aturan-aturan dan norma-norma tersendiri. Di sini, pemahaman tentang cara
penggunaan dan pemanfaatan setiap platform diperlukan dalam mengintegrasikan
social media ke dalam strategi kampanye secara menyeluruh.
Mengintegrasikan Social Media
Kampanye dikatakan berhasil dengan baik apabila memadukan cara-cara
online dan offline. Social media dalam hal ini dapat dintergrasikan kedalam strategi
perencanaan kampanye secara keseluruhan. Kampanye yang hanya fokus pada social
media dan Internet kemungkinan tidak efektif. Demikian halnya, kampanye yang
mengabaikan social media dan enggan untuk membangun kehadiran social media juga
akan terseok.
Untuk mengintegrasikan social media ke dalam strategi
kampanye politik, Anda dapat mengadopsi metode POST (People, Objectives,
Strategy, Technology) dari Forrester berikut ini:
- People
Kenali terlebih dulu siapa Anda dan siapa konstituen/pendukung Anda. Identifikasi juga stakeholder dan influencer Anda. Apa yang akan Anda tawarkan untuk
mereka? Pesan apa yang ingin Anda bangun dan sampaikan? Siapa kompetitor Anda
dan apa saja yang telah mereka lakukan di social media? Survei dan penggunaan
data dalam hal ini sangat penting, khususnya di wilayah pemilihan
masing-masing.
- Objectives
Tetapkan tujuan-tujuan dan target yang ingin Anda capai melalui social
media. Misalnya untuk penggalangan dana, mencari relawan dan kontributor, mendorong
pemilih, dan sebagainya. Namun, perlu diingat bahwa tujuan utama membangun
kehadiran social media adalah untuk menjangkau dan membangun hubungan lebih
baik dengan para konstituen dan pendukung. Dan hubungan yang baik tidak bisa
diraih dalam sekejap, tapi membutuhkan proses.
- Strategy
Strategi di sini berfungsi untuk menyusun langkah-langkah
yang akan dilakukan selama kampanye. Bagaimana cara terlibat dengan konstituen
dan pendukung Anda? Bagaimana strategi kontennya? Seberapa sering konten akan
di-update dan siapa yang akan bertanggung jawab membuat konten, membagi dan
merespon?
Banyaknya fan di Facebook, follower di Twitter atau visitor
di website/blog bukan parameter keberhasilan kampanye Anda. Hal terpenting dalam strategi adalah bagaimana memberdayakan para pendukung
online menjadi relawan-relawan nyata dan melakukan tindakan-tindakan nyata yang
mendukung suksesnya kampanye.
- Technology
Langkah terakhir yang perlu dipersiapkan yaitu memilih saluran
atau platform apa saja yang akan digunakan serta peralatan untuk memonitor dan
mengukurnya. Misalnya Facebook, Twitter, YouTube, Blog, dan sebagainya. Ingat,
tidak semua platform social media sesuai untuk kampanye Anda. Pilih platform
dimana konstituen dan pendukung Anda paling banyak menggunakan dan secara aktif
berpartisipasi.
Menggunakan social media sebagai alat kampanye politik relatif
lebih murah dibanding kampanye tradisional lainnya seperti iklan di media massa
(televisi, radio, surat kabar/majalah), pengumpulan massa, spanduk, poster dan
brosur. Kuncinya terletak pada keterlibatan Anda dengan konstituen dan pendukung Anda serta komitmen untuk meluangkan waktu secara online.
terima kasih, artikelnya menarik.
ReplyDeleteSaya setuju dengan pernyataan tidak semua platform berbagi konten sesuai untuk kampanye. Hadir di semua paltform tidak serta merta menjamin efektifitas kampanye.
Yang terbaik adalah mengukur statistik konversi visitor menjadi simpatisan/donatur/relawan yang dihasilkan oleh semua platform tersebut. Fokus pada 1-2 platform yang terbukti efektif jauh lebih bagus ketimbang membagi sumber daya di banyak platform.
Saya tunggu artikel-artikel berikutnya dari mbak Rini.
terima kasih dan salam kenal.
Betul Mas Rusdianto. Pemilihan platform bisa dilakukan melalui langkah yang disebut listening atau monitoring menggunakan peralatan yang tersedia di Internet. Ini semacam survei kecil-kecilan.
ReplyDeletePengukuran statistik baik kuantitatif & kualitatif juga bisa dilakukan melalui berbagai alat pengukuran social media yang tersedia di Internet.
Terima kasih sudah mampir di blog saya. Artikel lain dalam proses. Salam!
Menarik banget mbak article nya ...,thanks bgt ...
ReplyDeleteSama-sama Mas Murti, thanks juga ya udah mampir.
ReplyDeletembak..., boleh japri ng ? ..., mau tanya2 perihal sosmed... murtitangkas@gmail.com .., thanks bgt
ReplyDeleteSilakan via email or Facebook.
ReplyDeletesmiles
ReplyDelete