Saturday, February 26, 2011

Percakapan Penjualan = Percakapan Internal + Media Sosial

 



“Cobalah produk terbaru kami, dan dapatkan diskon istimewa. Buruan datang sebelum kehabisan!”

Ahh, betapa kuno para manajemen dotcom menggembar-gemborkan suaranya. Jauh sebelum media sosial populer seperti sekarang ini, perusahaan/bisnis lebih menyerukan tentang menciptakan "budaya perusahaan" internal. Sekarang, para manajer mendengung-dengungkan tentang sesuatu yang lain: berbagi percakapan perusahaan secara eksternal melalui media sosial.
 
Dan para pemenangnya sekarang adalah perusahaan yang menyadari nilai berbagi (beberapa) percakapan internal dengan publik. Faktanya, pendekatan ini dapat memberikan kepercayaan yang dibutuhkan untuk membangun landasan penjualan yang solid.

Satu contoh bagus dilakukan oleh Incept, sebuah perusahaan pemasaran percakapan yang mengkhusukan diri dalam melakukan percakapan produktif dengan para pendonor (darah) dan calon pendonor yang berbasis di Ohio, Amerika Serikat.

Incept menggunakan media sosial untuk menangkap percakapan internal dan berbagi dengan klien dan calon klien melalui media sosial. Manfaatnya dua kali lipat: pertama, percakapan tersebut meningkatkan budaya internal, mendorong koneksi dan loyalitas karyawan. Manfaat kedua adalah kepercayaan dan keakraban ini membangun percakapan dengan orang-orang di luar perusahaan. Mengingat pepatah "orang-orang melakukan bisnis dengan orang yang mereka sukai," ini mendukung upaya penjualan.

Berikut 4 langkah cemerlang Incept, yang dapat diterapkan pada program media sosial Anda:

1. Bentuk Tim Kecil (Beta)

Tidak semua karyawan Anda dapat atau harus mewakili perusahaan Anda di saluran media sosial. Mulailah dengan memilih sebuah tim beta kecil diambil dari mereka dengan minat dan bakat yang dimiliki.  Beberapa diantara mereka akan lebih cocok untuk berkontribusi ke blog perusahaan, sementara yang lain tentu akan lebih berharga dalam "bidang-obrolan" di Twitter dan Facebook. Proses seleksi harus kompetitif dan diperlakukan layaknya hak istimewa untuk mewakili merek perusahaan.

Karyawan Incept disebut secara internal sebagai iCMEs (internet conversation marketing experts/ahli pemasaran percakapan internet). ICMEs ini dibagi menjadi tim yang menulis untuk blog Incept dan yang berfokus pada interaksi media sosial di Twitter Incept dan Facebook Incept. Keduanya tim memiliki seperangkat keahlian. Sementara upaya media sosial tumbuh, mereka bisa melatih orang lain.

Di Twitter, karyawan mengatur nama pengguna seperti @Becky_Incept untuk mengidentifikasi individu dan perusahaan. Di Facebook, tim beta menggunakan profil pribadi mereka untuk halaman Facebook Like Incept. Tim ini membantu merekrut karyawan lain untuk berpartisipasi pada halaman perusahaan dengan menjelaskan perbedaan antara profil pribadi Facebook mereka dan halaman perusahaan.

2. Membuat Pedoman Bersama

Nate Riggs, seorang Strategi Bisnis Sosial membantu Incept membangun tim media sosial. Dia mengatakan bahwa tim dengan sengaja "bekerja mundur." Mereka memilih untuk memperbolehkan karyawan untuk terlibat di media sosial sebelum membangun pedoman.

Mengapa? Ini memberi contoh dunia nyata kepada tim beta tentang bagaimana untuk menangani permintaan pelanggan, pertanyaan, pujian dan kadang-kadang keluhan. Tim menciptakan batas-batas yang ditetapkan ketika sebuah permintaan harus dijawab "lebih lanjut dari rantai komando." Sebagai contoh, karyawan diminta untuk tidak membahas berita perusahaan sampai item berita secara resmi "dirilis" ke publik.

Menariknya, setelah ada pedoman, Incept mengalami partisipasi dan keterlibatan yang lebih besar secara online dengan karyawan mereka. Hal ini, pada gilirannya, mendorong partisipasi oleh vendor, pelanggan, calon pelanggan dan orang lain di luar perusahaan.

3. Beri Karyawan Kebebasan Berekpresi

Kuncinya adalah bahwa karyawan harus diberi banyak kebebasan di semua platform media sosial. Apakah berkontribusi ke blog perusahaan, halaman Facebook perusahaan, akun Twitter perusahaan atau, terutama, dengan bebas melalui akun pribadi Facebook/Twitter, karyawan didorong untuk mendiskusikan Incept dan menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang terkait Incept. Bagaimanapun, dengan berbagi percakapan secara eksternal mereka juga berhubungan dengan orang-orang lain yang memiliki minat yang sama.

Pada akun Twitter yang ada mereknya misalnya, seperti @ Becky_Incept, karyawan diminta untuk men-tweet secara teratur atas nama perusahaan. Selebihnya untuk men-tweet tentang topik-topik lainnya.

4. Mencakup Transparansi

Barangkali transisi terbesar bagi perusahaan-perusahaan, termasuk Incept, adalah gagasan bahwa transparansi tetap harus dijaga. Daripada mencoba untuk mengontrol interaksi media sosial karyawan dengan cara tangan besi (seperti melarangnya dari jaringan komputer kantor), Incept mengarahkan cara dengan menyambut dengan transparansi dan wewakilkan merek ke karyawan secara online sebagai suatu realitas bisnis baru.

Simak perkataan Sam Falletta, Incept’s Chief Results Officer berikut ini: “Media sosial benar-benar hanya sebuah akselerator dari apa yang terjadi sebagaimana adanya. Jadi jika Anda memiliki budaya buruk, hal itu akan tercermin secara online, dan jika Anda memiliki budaya yang baik itu juga akan tercermin secara online. Hal yang sama untuk produk dan jasa dalam banyak kasus.

Jadi, bagaimana menurut Anda?


No comments :

Post a Comment