Sebagai mantan wartawan media cetak, saya faham betul bagaimana seluk beluk hubungan antara profesional Public Relations (PR) dengan jurnalis/media. Boleh dibilang, hubungan PR dengan media bersifat simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan. Media membutuhkan bahan-bahan informasi dari PR, dan sebaliknya, PR membutuhkan media sebagai sarana penyebaran informasi. Semakin baik kualitas hubungan antara PR dan media, semakin besar peluang informasi dimuat.
Alur Distribusi Informasi Konvensional:
Alur Distribusi Informasi Konvensional:
Dalam ingatan saya, ada dua hal paling menjengkelkan ketika menerima informasi dari para PR, yaitu konten tak layak untuk dipublikasikan ke khalayak dan dikirim melewati batas waktu deadline penerbitan. Kekonyolan semacam ini segera menjadi catatan penting di belakang transisi saya dari jurnalisme ke hubungan masyarakat.
Sekarang saya menekuni dunia PR. Saya menyadari bagaimana menjadikan tantangan-tantangan seperti itu menjadi bisa memperoleh liputan media. Dalam prakteknya, sering kali mengamankan masalah-masalah kita terkait isu-isu dan kampanye dari liputan media bisa lebih dari sekedar sulit. Menguraikan bagaimana jurnalis lebih memilih untuk menerima informasi di era media sosial dan akses cepat menjadi salah satu tantangan ke depan.
Zaman terus berubah. Perubahan yang begitu cepat di bidang teknologi, mau tak mau, turut mempengaruhi paradigma dan platform kerja PR. Di era media sosial seperti sekarang ini, penggunaan alat-alat yang serba lebih memudahkan, sangat cepat dan real time serta menjangkau lebih banyak khalayak menjadi satu-satunya pilihan untuk terlibat.
Di tulisan saya sebelumnya “Rilis Media Sosial: Siaran Pers Masa Depan” menjadi bukti bagaimana prinsip-prinsip penulisan dan pendistribusian informasi atau siaran pers telah melahirkan konsep baru bernama Social Media Release. Profesional PR sekarang sedang bereksperimen dengan saluran distribusi baru.
Sebagaimana didefinisikan Lee Odden, CEO blog marketing online TopRank, Rilis Media Sosial (RMS) alias Siaran Pers Media Sosial alias Rilis Media Baru mengambil dasar dari siaran pers tradisional dan mengubahnya menjadi lebih sesuai dengan lingkungan web. Seperti siaran pers tradisional, tujuan dari rilis ini adalah untuk memberikan informasi ringkas kepada wartawan dan penulis web lainnya yang akan membantu mereka dalam menulis tentang topik atau bisnis Anda. Selain dasar-dasar dari siaran pers, RMS menggunakan kata kunci dan link untuk mendapatkan perhatian khalayak web yang cerdas.
Untuk lebih mengikuti perkembangan keterlibatan jurnalis di media sosial, berikut ini saya sajikan hasil penelitian Bulldog Reporter dan TEKGroup Internasional tentang “Jurnalis dalam Praktik Hubungan Media 2010”. Survei ini dirancang untuk membantu komunikator memahami hubungan media dari “word of mouth” atau percakapan dari mulut ke mulut. Survei dilakukan pada Oktober lalu menggunakan SurveyMonkey.com, dan mendapat respon dari 1.404 jurnalis . Dari 1.400 jurnalis yang disurvei, 46 persen adalah editor atau staf editorial dan 35,6 persen wartawan, penulis, kolumnis atau wartawan lepas.
Ada tiga catatan penting yang bisa dipetik dari survei:
1. Pertahankan Newsroom dan Website Perusahaan Tetap Up to Date Serta Ramah Pengguna
Berdasarkan hasil survei , 97 persen jurnalis menggunakan newsroom online dan website perusahaan sebagai sumber informasi. Lebih dari 80 persen menyatakan mengunjungi sebuah website perusahaan atau news room online minimal sekali sebulan. Namun, sebanyak 39 persen atau meningkat dari tahun lalu, setuju bahwa ketika mereka mengunjungi situs-situs organisasi, mereka sulit menemukan informasi yang mereka butuhkan. Informasi seperti perwakilan organisasi media, informasi kontak person, dan bahan-bahan pers tersebut dikutip sebagai informasi kunci yang sulit ditemukan. Nah, disini newsroom online dan website perusahaan diperhitungkan!
2. Survei Media Sebelum Pitching
Sekitar 60 persen dari jurnalis yang disurvei sepenuhnya setuju bahwa profesional PR tidak mengerti yang mana subjek wartawan atau liputan media mereka. Hampir setengah dari jurnalis atau 46,5 persen umumnya percaya orang-orang PR mengganggu alur kerja mereka dan membuang waktu mereka dengan panggilan telepon. Memahami outlet media yang Anda sedang pitching dan metode yang disukai mereka untuk kontak adalah penting. Survei menunjukkan mayoritas jurnalis lebih memilih untuk menerima informasi tentang perusahaan, bukan untuk nirlaba dan berita pemerintah melalui e-mail.
3. Wartawan Menggunakan Media Sosial untuk Sumber Berita
Ketika ditanya seberapa sering mereka menggunakan media sosial sebagai sumber ide menulis atau penelitian, sebanyak 37,8 persen responden mengatakan mereka menggunakan Facebook sekali seminggu atau lebih sering, dan 39 persen dari blogger dan jurnalis yang bekerja di situs Web menggunakan Twitter sehari-hari dalam pekerjaan mereka. Facebook digunakan paling sering diantara semua jaringan sosial, diikuti oleh Twitter. Anehnya survei ini menunjukkan bahwa blog kehilangan popularitas mereka di kalangan wartawan. Sebagian kecil wartawan (73,4 persen) melaporkan menggunakan blog dibanding tahun lalu (75,5 persen).
Survei semacam ini dapat berfungsi sebagai alat untuk mengukur praktik hubungan media kita sendiri untuk memastikan apakah efektif dalam mendapatkan pesan kita ke tangan orang yang tepat.
Saya seneng gaya nulisnya efektif, enak dibaca dan orang langsung percaya (gak pake protes), perpaduan antara Hermawan Kertajaya dan Dahlan Iskan. Mantaps
ReplyDeleteThanks Mas Didik...lohh, dipersilaken kalo mau protes hehehe...dan yg pasti, saya gak nyontek tulisan beliau berdua :-)
ReplyDelete